Gemercik air kran kamar mandi yang tak tertutup rapat memecahkan heningnya malam yang dingin. Suasana yang sangat cocok untuk tidur nyenyak di bawah lilitan selimut tebal. Termasuk Rudi. Tidak dengan Adi, tubuhnya rebah diatas tempat tidur, namun matanya jauh menerawang langit-langit kamar menembus gelapnya malam, melewati bentangan samudra. Pasalnya ia teringat kampung halaman.
Jam menunjukan pukul satu lebih empat puluh limah menit dini hari waktu Kairo. Adi mahasiswa baru di Al-azhar. Baru saja ia selesai mengikuti ujian terakhir termin pertama sore tadi. Malam ini seharusnya menjadi malam tenang bagi mahasiswa yang study di Al-Azhar. Termasuk Adi, tapi tidak demikian dengan apa yang dirasakannya saat ini. Perasaannya begitu berkecamuk tidak tenang, resah dan gelisah. Rasa rindu begitu mendalam menerkam hatinya kepada ibunda tercinta
Jam menunjukan pukul satu lebih empat puluh limah menit dini hari waktu Kairo. Adi mahasiswa baru di Al-azhar. Baru saja ia selesai mengikuti ujian terakhir termin pertama sore tadi. Malam ini seharusnya menjadi malam tenang bagi mahasiswa yang study di Al-Azhar. Termasuk Adi, tapi tidak demikian dengan apa yang dirasakannya saat ini. Perasaannya begitu berkecamuk tidak tenang, resah dan gelisah. Rasa rindu begitu mendalam menerkam hatinya kepada ibunda tercinta
"Rud… ayo bangun! Sudah subuh, ayo sholat jamaah ke masjid!" ajak Mas Burhan sebagai senior di rumah itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh Rudi.
"eeehhh… males ah… masih ngantuk mas" sambil menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.
"heee… kamu ini paling susah diajak sholat jamaah ke masjid!! Lihat teman-teman kamu! Adi, Yaldi dan Latif sudah berangkat sedari tadi"
"Iya mas iya… maafin Rudi" ia pun bangkit kemudian menuju ke kamar mandi untuk berwudhu.
Pagi itu memang sangat dingin sekali. Bagi yang imannya lemah cuaca yang seperti itu merupakan hambatan yang berat. Jangankan menyentuh air untuk berwudhu, berpisah dari selimut saja harus berpikir panjang. Namun tidak demikian dengan hamba-hamba Allah yang mengharapkan ridho-Nya, dengan ikhlas menjalankan apa yang sudah menjadi kewajiban menghadap Illahi Rabbi dalam lima waktu.
Rumah mereka memang dekat dengan masjid Shohabah di bawabah tiga. Mas Burhan sebagai senior yang sedang menempuh pendidikan di Al-azhar tingkat akhir Fakultas Ushuluddin berusaha untuk mendidik adik-adik tingkat yang tinggal bersamanya supaya mengamalkan sholat berjamaah di masjid.
Setelah sholat subuh, rumah itu terasa sejuk dan damai oleh lantunan ayat-ayat suci alquran. Seolah-olah itu sudah menjadi jadwal pembuka kegiatan mereka setiap hari. Terkecuali Latif hari itu, yang sedang berada di dapur menyiapkan sarapan pagi.
"Sarapan sudah siap…" teriak latif. "ayo makan! mumpung masih hangat…" sembari membawa nampan besar ke solah.
Mereka duduk melingkari nampan untuk bersiap-siap melahap sambal kentang dan tumis gargir yang masih panas, terlihat kepulan asap dari hidangan itu. "lho di mana Adi, kok gak ikut makan, Kemana dia Rudi?" tanya Mas Burhan, mengabsen semua adik-adiknya.
"Tadi dia ada di kamar, muroja'ah bareng saya"
"Adding kali…" celetuk Yaldi
"Ya sudah, Latif! Panggil, ajak dia makan!"
"Nggih mas"
"Di… Adi makan yuk… lho kenapa ga ikut makan? Leh kidza 'am? Malah diam di kamar sendirian. Eh eh ehhh… Melamuuun lagi." tegur Latif dengan menepuk pundak Adi. "sudah ditunggu yang lain lho. Ayolah makan…! Aku juga dah lapar, nanti sakit lho." ajak latif.
"nanti ajalah, aku lom laper Tif. Kalian makan duluan saja"
"Aku masak enak lho pagi ini" promosi Latif
"Ya sudah nanti ambil sendiri aja di meja. Kami makan duluan." Latif mengakhiri ajakannya.
-o0o-
Selembar foto terus dipandanginya. Terlihat senyum mengembang dibalik wajah sosok wanita yang telah berusia setengah abad itu, menunjukan kasih sayang yang terpancar untuk putra-putrinya. Wajah yang sangat Adi rindukan. Seorang ibu yang mengajarkan pentingnya cita-cita dan menanamkan dalam diri Adi akan tujuan penciptaan manusia untuk beribadah. Ibadah dengan arti yang luas.
Ia bersandar di dinding. Mencoba mengirim sms ke adiknya Yuli, jari jemari adi pun menari-nari di atas pet ponselnya merangkai kata menanyakan keadaan dan kabar keluarga di rumah. Bismillahirahmanirohim…message itu pun sudah terkirim. "uuhhh… astaghfirullah… pending lagi, ehhhhmm….kenapa sih kok gak ada yang terkirim" keluhnya bercampur geram. "ayah, ibu, dek Yuli. Kenapa sms-sms mas gak ada yang terkirim?" ia bertanya pada dirinya sendiri, kemudian tertunduk lesu.
"Adi… kenapa kamu nampak murung gitu. Madza khasola lak? Apa ada masalah yang kamu pikirkan. Liat tuh wajah kamu seperti belum tidur semalaman, kayak gak semangat hidup aja. Kenapa tho di?“ tanya Mas Burhan bijak.
“Gak kenapa-kenapa kok mas” Adi memaksakan senyumnya dan menatap wajah seniornya itu.
“Di… jangan bohong sama mas, sejak pulang dari masjid subuh tadi mas perhatiin sikap kamu gak seperti biasanya. Seorang adi yang penuh semangat dalam menghadapi hidup untuk mencapai cita-cita masa depan dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk hal yang bermanfaat, apalagi ngelamun". Burhan pandangi wajah Adi mencoba mencari jawaban dibalik wajah yang tersenyum pahit itu. Burhan menghela nafas panjang, "Tapi hari iniii… kamu seperti orang gelisah dan menerawang jauh entah kemana, gak semangat. Kalau ada masalah dan sesuatu yang mengganjal hati Adi ngomong sama mas. Curhat gitu…" sesekali ia menghisap rokoknya. ”Barangkali setelah curhat perasaan Adi bisa plong. Gak kayak seperti ini, malah diam saja” Kata burhan.
“emmmm….. pasti Adi lagi kangen nih ma yang di Indonesia. Hayo… siapa di… ngaku saja deh biar aku smsin bidadari pujaan hatimu itu” goda yaldi yang sedang menyetrika baju.
“hus… jangan sembarangan ngomong kamu. Mbok yo di hibur wong lagi sedih. kok malah di goda” bela latif.
“ udah-udah jangan ribut!” tegur burhan. Seketika suasana rumah dipagi yang cerah itu hening. Mereka berkumpul dikamar adi. Mencoba menghibur adi yang dilanda sedih dan gelisah.
“mas burhan dan teman-teman semua. Adi minta maaf sudah menyita waktu antum semua" Ia pandangi semua teman-temannya. "Emmm….Sebenarnya adi rindu sekali pada ibu. Sudah tiga malam ibu datang dalam mimpi adi, beliau begitu memanjakan adi. Dalam mimpi-mimpi itu beliau selalu berpesan agar Adi lebih giat lagi belajarnya jangan sampai kecewakan Ibu". Ia pandangi lagi foto di sela-sela lembaran buku diary. "Hal itu yang membuat Adi sangat rindu pada ibu. Tapi… rasa rindu itu bercampur perasaan yang tidak mengenakan. Adi gelisah karenanya”. Keluh Adi.
Burhan tersenyum melihat adek kelasnya sedang dilanda rindu pada kedua orang tuanya. "Adi… kamu sudah sms mereka belum? Tanya kabar gitu… ".
“sudah Adi sms mereka kok mas. Tapi gak ada yang terkirim, kayaknya nomor ponsel ayah dan adek yuli gak aktif”.
"Ya sudah…nanti mas menghubungi keluarga mas untuk silaturahim ke bapakmu dan menanyakan kabar mereka?"
“Di… gimana kalo kita nanti ba’da dzuhur jalan-jalan ke hadiqah dauliyyah refreshing setelah ujian, sekalian menenangkan pikiran kamu. Kalo kesorean dingin banget nanti.” Usul rudi teman satu kamar Adi.
“wah ide yang bagus itu, pikiran kita akan tenang liat wajah cewek mesir yang manis, bagaikan bunga-bunga yang bermekaran di musim semi indah dan berseri. Enak di pandang gitu” celetuk yaldi dengan penuh semangat.
“ya deh…” Adi tersenyum.
Ba’da dzuhur Adi dan kawan-kawan menuju ke hadiqah dauliyyah.
“Latif… kamu yach yang bayarin tadzkirohnya untuk kita semua. Kan hitung-hitung shadaqahlah pada kami. duitmu kan banyak. Jangan disimpan terus dimakan anai-anai lho” ledek Yaldi.
“gak mau ah, lagi bokek nih sorry deh lain kali ajalah”
“nih bayar sana jangan lama-lama yah” kata rudi sambil menyodorkan uang sepuluh pound.
Merekapun masuk ke Hadiqah. Banyak anak-anak kecil sedang bermain. Ada yang kejar-kejaran, main bola, juga ada yang sedang berfoto ria. Satu keluarga dari warga Mesir kumpul bareng dan makan bersama dibawah pohon besar nan rindang. Sungguh bahagianya mereka. Pemandangan yang sungguh indah. Pepohonan yang hijau rindang menambah rasa nyaman. Ini merupakan keunikan tersendiri. Taman yang subur ditengah-tengah gurun pasir. Berbagai jenis tanaman bunga terdapat didalamnya.
Menjelang maghrib mereka sudah sampai di rumah. Senyum mengembang diantara mereka. Begitu pula dengan Adi, raut wajahnya begitu berbeda dibandingkan pagi tadi. “eh eh eh… pada senyum-senyum nih. Senang ya jalan-jalan menjelang sore. Nah gitu Di… kan nampak semangat gak lesu dan muram kayak tadi pagi” sambut Burhan menyambut adek-adek tingkatnya yang baru pulang dari Hadiqah dauliyyah.
Pagi yang dingin, namun tetap tidak mematahkan semangat penghuni rumah baitul ilmi untuk menghidupkan pagi hari di bumi kinanah. Itulah nama rumah mereka baitul ilmi.
“Adi kamu dipanggil mas Burhan. Ditunggu di kamarnya mau ngobrol empat mata katanya”. Panggil Yaldi.
“ya sebentar" sahut Adi yang sedang menghapal Al-quran. "Ada apa sih Al, ga biasanya mas burhan ngomong sesuatau diantara kita pake rahasia”.
"Gak taulah di… mungkin perkara penting. ayo cepet kamu ke kamar mas burhan sana!” pinta yaldi.
“mas burhan tadi manggil Adi yach… Ada apa tho mas”. Tanya adi.
“Duduk dulu sini. memang ada yang mau mas bicarakan sama kamu”
“adi, kemarin ketika kamu pergi ma teman-teman ke hadiqah dauliyyah bapak kamu nelpon mas".
"Apa…?! Bapak nelpon mas Burhan?? Kok bapak gak nelpon saya tho mas, gimana kabar mereka? Mereka ngomong apa?" tanya Adi dengan penuh harap.
"Adi kamu tenang dulu, mas lom selesai ngomongnya" potong burhan. "Di… kabar bapak dan adekmu sehat semua. Bapakmu nelpon ke mas karena….." Burhan tidak meneruskan perkataanya.
"karena apa mas…?! teruskan dong…" pinta adi yang sudah mulai resah dan gelisah. "Kenapa mas…??!". Burhan memeluk tubuh Adek kelasnya itu dan membisikan ditelinganya. "Di… ibu kamu sudah pergi meninggalkan kita" .
dengan perasaan yang Berat burhan mengucapkan kalimat itu. "apa mas…" adi tercengang, tersentak kaget iapun melepaskan diri dari pelukan Burhan. "oh… ga mungkin, ibu…ibu…" gelap terasa dunia dalam pandangan adi. Tertunduk lemah, ia pun menampar wajahnya sendiri. Untuk meyakinkan diri tentang apa yang baru ia dengar dari Burhan.
"sabar Di… kamu harus tabah" Burhan memeluk tubuh adek kelasnya itu. "kuatkan diri kamu. Relakan kepergian ibundamu, doakan beliau. kamu boleh bersedih tapi jangan sampai terlena dalam kesedihan" bisik Burhan ketelinga Adi. Kamu harus ingat pesan-pesan Bundamu dalam mimpi-mimpi kamu. Buktikan dan tunjukan apa yang menjadi harapan keluargamu terutama bundamu".
Burhan bangkit, berdiri di hadapan Adi, kemudian memegang pundak adek kelasnya itu yang berduka. Berusaha menenangkannya. "ayo! sekarang kita sholat ghaib untuk bundamu. Nanti siang telpon ayahmu" Burhan mengajaknya untuk mengambil air wudhu. Merekapun sholat ghaib untuk ibunya Adi.
Adding = tambahan tidur pagi
Madza khasola lak? = Apa yang terjadi padamu?
Muroja'ah = mengulang kembali
by;agoes assiaki
"eeehhh… males ah… masih ngantuk mas" sambil menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.
"heee… kamu ini paling susah diajak sholat jamaah ke masjid!! Lihat teman-teman kamu! Adi, Yaldi dan Latif sudah berangkat sedari tadi"
"Iya mas iya… maafin Rudi" ia pun bangkit kemudian menuju ke kamar mandi untuk berwudhu.
Pagi itu memang sangat dingin sekali. Bagi yang imannya lemah cuaca yang seperti itu merupakan hambatan yang berat. Jangankan menyentuh air untuk berwudhu, berpisah dari selimut saja harus berpikir panjang. Namun tidak demikian dengan hamba-hamba Allah yang mengharapkan ridho-Nya, dengan ikhlas menjalankan apa yang sudah menjadi kewajiban menghadap Illahi Rabbi dalam lima waktu.
Rumah mereka memang dekat dengan masjid Shohabah di bawabah tiga. Mas Burhan sebagai senior yang sedang menempuh pendidikan di Al-azhar tingkat akhir Fakultas Ushuluddin berusaha untuk mendidik adik-adik tingkat yang tinggal bersamanya supaya mengamalkan sholat berjamaah di masjid.
Setelah sholat subuh, rumah itu terasa sejuk dan damai oleh lantunan ayat-ayat suci alquran. Seolah-olah itu sudah menjadi jadwal pembuka kegiatan mereka setiap hari. Terkecuali Latif hari itu, yang sedang berada di dapur menyiapkan sarapan pagi.
"Sarapan sudah siap…" teriak latif. "ayo makan! mumpung masih hangat…" sembari membawa nampan besar ke solah.
Mereka duduk melingkari nampan untuk bersiap-siap melahap sambal kentang dan tumis gargir yang masih panas, terlihat kepulan asap dari hidangan itu. "lho di mana Adi, kok gak ikut makan, Kemana dia Rudi?" tanya Mas Burhan, mengabsen semua adik-adiknya.
"Tadi dia ada di kamar, muroja'ah bareng saya"
"Adding kali…" celetuk Yaldi
"Ya sudah, Latif! Panggil, ajak dia makan!"
"Nggih mas"
"Di… Adi makan yuk… lho kenapa ga ikut makan? Leh kidza 'am? Malah diam di kamar sendirian. Eh eh ehhh… Melamuuun lagi." tegur Latif dengan menepuk pundak Adi. "sudah ditunggu yang lain lho. Ayolah makan…! Aku juga dah lapar, nanti sakit lho." ajak latif.
"nanti ajalah, aku lom laper Tif. Kalian makan duluan saja"
"Aku masak enak lho pagi ini" promosi Latif
"Ya sudah nanti ambil sendiri aja di meja. Kami makan duluan." Latif mengakhiri ajakannya.
-o0o-
Selembar foto terus dipandanginya. Terlihat senyum mengembang dibalik wajah sosok wanita yang telah berusia setengah abad itu, menunjukan kasih sayang yang terpancar untuk putra-putrinya. Wajah yang sangat Adi rindukan. Seorang ibu yang mengajarkan pentingnya cita-cita dan menanamkan dalam diri Adi akan tujuan penciptaan manusia untuk beribadah. Ibadah dengan arti yang luas.
Ia bersandar di dinding. Mencoba mengirim sms ke adiknya Yuli, jari jemari adi pun menari-nari di atas pet ponselnya merangkai kata menanyakan keadaan dan kabar keluarga di rumah. Bismillahirahmanirohim…message itu pun sudah terkirim. "uuhhh… astaghfirullah… pending lagi, ehhhhmm….kenapa sih kok gak ada yang terkirim" keluhnya bercampur geram. "ayah, ibu, dek Yuli. Kenapa sms-sms mas gak ada yang terkirim?" ia bertanya pada dirinya sendiri, kemudian tertunduk lesu.
"Adi… kenapa kamu nampak murung gitu. Madza khasola lak? Apa ada masalah yang kamu pikirkan. Liat tuh wajah kamu seperti belum tidur semalaman, kayak gak semangat hidup aja. Kenapa tho di?“ tanya Mas Burhan bijak.
“Gak kenapa-kenapa kok mas” Adi memaksakan senyumnya dan menatap wajah seniornya itu.
“Di… jangan bohong sama mas, sejak pulang dari masjid subuh tadi mas perhatiin sikap kamu gak seperti biasanya. Seorang adi yang penuh semangat dalam menghadapi hidup untuk mencapai cita-cita masa depan dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk hal yang bermanfaat, apalagi ngelamun". Burhan pandangi wajah Adi mencoba mencari jawaban dibalik wajah yang tersenyum pahit itu. Burhan menghela nafas panjang, "Tapi hari iniii… kamu seperti orang gelisah dan menerawang jauh entah kemana, gak semangat. Kalau ada masalah dan sesuatu yang mengganjal hati Adi ngomong sama mas. Curhat gitu…" sesekali ia menghisap rokoknya. ”Barangkali setelah curhat perasaan Adi bisa plong. Gak kayak seperti ini, malah diam saja” Kata burhan.
“emmmm….. pasti Adi lagi kangen nih ma yang di Indonesia. Hayo… siapa di… ngaku saja deh biar aku smsin bidadari pujaan hatimu itu” goda yaldi yang sedang menyetrika baju.
“hus… jangan sembarangan ngomong kamu. Mbok yo di hibur wong lagi sedih. kok malah di goda” bela latif.
“ udah-udah jangan ribut!” tegur burhan. Seketika suasana rumah dipagi yang cerah itu hening. Mereka berkumpul dikamar adi. Mencoba menghibur adi yang dilanda sedih dan gelisah.
“mas burhan dan teman-teman semua. Adi minta maaf sudah menyita waktu antum semua" Ia pandangi semua teman-temannya. "Emmm….Sebenarnya adi rindu sekali pada ibu. Sudah tiga malam ibu datang dalam mimpi adi, beliau begitu memanjakan adi. Dalam mimpi-mimpi itu beliau selalu berpesan agar Adi lebih giat lagi belajarnya jangan sampai kecewakan Ibu". Ia pandangi lagi foto di sela-sela lembaran buku diary. "Hal itu yang membuat Adi sangat rindu pada ibu. Tapi… rasa rindu itu bercampur perasaan yang tidak mengenakan. Adi gelisah karenanya”. Keluh Adi.
Burhan tersenyum melihat adek kelasnya sedang dilanda rindu pada kedua orang tuanya. "Adi… kamu sudah sms mereka belum? Tanya kabar gitu… ".
“sudah Adi sms mereka kok mas. Tapi gak ada yang terkirim, kayaknya nomor ponsel ayah dan adek yuli gak aktif”.
"Ya sudah…nanti mas menghubungi keluarga mas untuk silaturahim ke bapakmu dan menanyakan kabar mereka?"
“Di… gimana kalo kita nanti ba’da dzuhur jalan-jalan ke hadiqah dauliyyah refreshing setelah ujian, sekalian menenangkan pikiran kamu. Kalo kesorean dingin banget nanti.” Usul rudi teman satu kamar Adi.
“wah ide yang bagus itu, pikiran kita akan tenang liat wajah cewek mesir yang manis, bagaikan bunga-bunga yang bermekaran di musim semi indah dan berseri. Enak di pandang gitu” celetuk yaldi dengan penuh semangat.
“ya deh…” Adi tersenyum.
Ba’da dzuhur Adi dan kawan-kawan menuju ke hadiqah dauliyyah.
“Latif… kamu yach yang bayarin tadzkirohnya untuk kita semua. Kan hitung-hitung shadaqahlah pada kami. duitmu kan banyak. Jangan disimpan terus dimakan anai-anai lho” ledek Yaldi.
“gak mau ah, lagi bokek nih sorry deh lain kali ajalah”
“nih bayar sana jangan lama-lama yah” kata rudi sambil menyodorkan uang sepuluh pound.
Merekapun masuk ke Hadiqah. Banyak anak-anak kecil sedang bermain. Ada yang kejar-kejaran, main bola, juga ada yang sedang berfoto ria. Satu keluarga dari warga Mesir kumpul bareng dan makan bersama dibawah pohon besar nan rindang. Sungguh bahagianya mereka. Pemandangan yang sungguh indah. Pepohonan yang hijau rindang menambah rasa nyaman. Ini merupakan keunikan tersendiri. Taman yang subur ditengah-tengah gurun pasir. Berbagai jenis tanaman bunga terdapat didalamnya.
Menjelang maghrib mereka sudah sampai di rumah. Senyum mengembang diantara mereka. Begitu pula dengan Adi, raut wajahnya begitu berbeda dibandingkan pagi tadi. “eh eh eh… pada senyum-senyum nih. Senang ya jalan-jalan menjelang sore. Nah gitu Di… kan nampak semangat gak lesu dan muram kayak tadi pagi” sambut Burhan menyambut adek-adek tingkatnya yang baru pulang dari Hadiqah dauliyyah.
Pagi yang dingin, namun tetap tidak mematahkan semangat penghuni rumah baitul ilmi untuk menghidupkan pagi hari di bumi kinanah. Itulah nama rumah mereka baitul ilmi.
“Adi kamu dipanggil mas Burhan. Ditunggu di kamarnya mau ngobrol empat mata katanya”. Panggil Yaldi.
“ya sebentar" sahut Adi yang sedang menghapal Al-quran. "Ada apa sih Al, ga biasanya mas burhan ngomong sesuatau diantara kita pake rahasia”.
"Gak taulah di… mungkin perkara penting. ayo cepet kamu ke kamar mas burhan sana!” pinta yaldi.
“mas burhan tadi manggil Adi yach… Ada apa tho mas”. Tanya adi.
“Duduk dulu sini. memang ada yang mau mas bicarakan sama kamu”
“adi, kemarin ketika kamu pergi ma teman-teman ke hadiqah dauliyyah bapak kamu nelpon mas".
"Apa…?! Bapak nelpon mas Burhan?? Kok bapak gak nelpon saya tho mas, gimana kabar mereka? Mereka ngomong apa?" tanya Adi dengan penuh harap.
"Adi kamu tenang dulu, mas lom selesai ngomongnya" potong burhan. "Di… kabar bapak dan adekmu sehat semua. Bapakmu nelpon ke mas karena….." Burhan tidak meneruskan perkataanya.
"karena apa mas…?! teruskan dong…" pinta adi yang sudah mulai resah dan gelisah. "Kenapa mas…??!". Burhan memeluk tubuh Adek kelasnya itu dan membisikan ditelinganya. "Di… ibu kamu sudah pergi meninggalkan kita" .
dengan perasaan yang Berat burhan mengucapkan kalimat itu. "apa mas…" adi tercengang, tersentak kaget iapun melepaskan diri dari pelukan Burhan. "oh… ga mungkin, ibu…ibu…" gelap terasa dunia dalam pandangan adi. Tertunduk lemah, ia pun menampar wajahnya sendiri. Untuk meyakinkan diri tentang apa yang baru ia dengar dari Burhan.
"sabar Di… kamu harus tabah" Burhan memeluk tubuh adek kelasnya itu. "kuatkan diri kamu. Relakan kepergian ibundamu, doakan beliau. kamu boleh bersedih tapi jangan sampai terlena dalam kesedihan" bisik Burhan ketelinga Adi. Kamu harus ingat pesan-pesan Bundamu dalam mimpi-mimpi kamu. Buktikan dan tunjukan apa yang menjadi harapan keluargamu terutama bundamu".
Burhan bangkit, berdiri di hadapan Adi, kemudian memegang pundak adek kelasnya itu yang berduka. Berusaha menenangkannya. "ayo! sekarang kita sholat ghaib untuk bundamu. Nanti siang telpon ayahmu" Burhan mengajaknya untuk mengambil air wudhu. Merekapun sholat ghaib untuk ibunya Adi.
Adding = tambahan tidur pagi
Madza khasola lak? = Apa yang terjadi padamu?
Muroja'ah = mengulang kembali
by;agoes assiaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar