Riau Today. Thursday, 14 February 2008 08:29
Oleh Husni Thamrin
Dalam beberapa dasawarsa ini di kalangan anak muda dan penikmat hedonis setiap pertengahan Februari hiruk-pikuk merayakan Valentine’s Day dan berbagai perayaan hura-hura. Apakah Valentine’s Day itu? Dalam beberapa literatur tentang Valentine, bermula dari kisah Pendeta St Valentine yang hidup di akhir abad ke-3 M di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati St Valentine yang telah menentang beberapa perintahnya.
Barangkali dengan dasar ini bagi pengikutnya dijadikan tanggal 14 Februari dijadikan sebagai hari Valentine.
Dalam versi lain, Claudius II memandang para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. Tetapi St Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui lalu dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan ‘’Dari yang tulus cintanya, Valentine’’. Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nasrani bersama 46 kerabatnya.
Namun melihat dasar historisnya dengan perayaan Valentine’s Day yang berkembang selanjutnya di kalangan anak-anak muda kontemporer tidak ada hubungan yang signifikan latar belakang sejarahnya dengan realitas yang terjadi saat ini. Hari kematian Sang Santo malah diisi dengan kegiatan curhat dan kasih sayang, kehidupan glamour, seks bebas, hedonis, ini suatu hal yang bertolak belakang.
Tapi apa mau dikata, kegiatan rutin tahunan Valentine’s Day dideklarasikan sebagai ‘’Hari Kasih Sayang’’ di seluruh dunia, termasuk sebagian besar umat manusia yang latah ikut heboh setiap 14 Februari.
Dunia remaja adalah dunia penuh dinamika dan corak kehidupan yang bergairah dan dinamis. Unik, menarik dan ramai. Remaja cenderung mudah tergoda untuk mencoba hal-hal baru. Darah mudanya senantiasa bergejolak untuk mencicipi manisnya madu dan pahitnya racun dunia. Tidak sedikit para remaja terpedaya dan terhempas dalam dunia barunya, yang akhirnya masa depannya hancur berderai-derai.
Melihat akar sejarahnya, Valentine’s Day itu tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran Islam. Malah, ibarat api dalam sekam, acara ini mempunyai potensi besar untuk menyeret remaja ke dalam pergaulan yang negatif.
Alquran menyikapi permasalahan ini. ‘’Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.’’ (QS. Al_Israa (17): 36).
Perayaan Valentine’s Day itu berasal dari way of life-nya aqidah lain, yaitu budaya kapitalisme, pragmatis, dan hedonis yang beraliran sekuler. ‘’Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu (keterangan-keterangan), sesungguhnya kamu kalau demikian termasuk golongan orang-orang zalim.’’ (QS. Al_Baqarah (2): 145).
Maka, di sinilah kalangan generasi muda perlu ditanamkan nilai-nilan hukum-hukum Islam. Termasuk dalam hal ini adalah etika akan melakukan suatu perbuatan. Ada keharusan untuk tahu hukumnya dulu sebelum melakukan. Sebagaimana suatu kaidah syari’ah yang berbunyi. ‘’Asal (pokok/dasar) perbuatan adalah terkait (terikat) dengan hukum-hukum Islam’’. Termasuk dalam berkasih sayang versi Valentine’s Day ini wajib mengetahui hukumnya. Supaya generasi muda tidak terdegradasi atau terjerumus pada perbuatan yang salah.
Valentine yang secara kebetulan dalam perkembangannya equivalen dengan eksploitasi cinta, seks bebas dan materialisme. Tahun demi tahun hiruk-pikuk valentine makin bertambah instensitasnya. Dahulu hanya muda-mudi kota-kota besar yang mengenal Valentine dan merayakannya. Kini, sudah mulai merambah ke muda-mudi desa-desa kecil yang di pelosok negeri ini. Valentine tidak saja dikenal oleh para remaja tetapi juga sudah dikenal dan dirayakan anak-anak belia dan orang tua.
Dari sudut pandang keislaman, ternyata Valentine adalah sebuah perayaan yang harus dijauhi muda-mudi dan sebaiknya para orang tua memberikan informasi kepada anak-anaknya bahwa Valentine bertentangan dengan nilai-nilai agama dan adat. Terpaan modernisme dan globalisasi yang telah menyeret generasi muda ke lembah nestapa yang membawa dampak kepada dagradasi nilai-nilai akhlakul karimah.
Opini yang terbentuk di kalangan generasi muda bila tidak merayakan Valentine dianggap tidak gaul dan kuno adalah sesuatu yang ironi. Untuk mengantisipasi pemahaman Valentine ini terhadap generasi muda diharapkan kepada pemerintah, lembaga keagamaan, ormas, LSM, pendidik, penegak hukum, terutama orang tua dan seluruh pihak yang terkait untuk lebih aktif lagi dalam mengontrol pergaulan generasi muda. Yakni prilaku dan pengaruh nilai-nilai yang tidak kondusif terhadap generasi muda. Hal ini agar tidak terjadi lost generation generasi penerus bangsa. Semoga. Amin.***
Drs Husni Thamrin MSi
Direktur Lembaga Penelitian UIN Suska Riau dan Ketua Komisi Pengkajian MUI Kota Pekanbaru.
Oleh Husni Thamrin
Dalam beberapa dasawarsa ini di kalangan anak muda dan penikmat hedonis setiap pertengahan Februari hiruk-pikuk merayakan Valentine’s Day dan berbagai perayaan hura-hura. Apakah Valentine’s Day itu? Dalam beberapa literatur tentang Valentine, bermula dari kisah Pendeta St Valentine yang hidup di akhir abad ke-3 M di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati St Valentine yang telah menentang beberapa perintahnya.
Barangkali dengan dasar ini bagi pengikutnya dijadikan tanggal 14 Februari dijadikan sebagai hari Valentine.
Dalam versi lain, Claudius II memandang para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. Tetapi St Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui lalu dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan ‘’Dari yang tulus cintanya, Valentine’’. Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nasrani bersama 46 kerabatnya.
Namun melihat dasar historisnya dengan perayaan Valentine’s Day yang berkembang selanjutnya di kalangan anak-anak muda kontemporer tidak ada hubungan yang signifikan latar belakang sejarahnya dengan realitas yang terjadi saat ini. Hari kematian Sang Santo malah diisi dengan kegiatan curhat dan kasih sayang, kehidupan glamour, seks bebas, hedonis, ini suatu hal yang bertolak belakang.
Tapi apa mau dikata, kegiatan rutin tahunan Valentine’s Day dideklarasikan sebagai ‘’Hari Kasih Sayang’’ di seluruh dunia, termasuk sebagian besar umat manusia yang latah ikut heboh setiap 14 Februari.
Dunia remaja adalah dunia penuh dinamika dan corak kehidupan yang bergairah dan dinamis. Unik, menarik dan ramai. Remaja cenderung mudah tergoda untuk mencoba hal-hal baru. Darah mudanya senantiasa bergejolak untuk mencicipi manisnya madu dan pahitnya racun dunia. Tidak sedikit para remaja terpedaya dan terhempas dalam dunia barunya, yang akhirnya masa depannya hancur berderai-derai.
Melihat akar sejarahnya, Valentine’s Day itu tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran Islam. Malah, ibarat api dalam sekam, acara ini mempunyai potensi besar untuk menyeret remaja ke dalam pergaulan yang negatif.
Alquran menyikapi permasalahan ini. ‘’Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.’’ (QS. Al_Israa (17): 36).
Perayaan Valentine’s Day itu berasal dari way of life-nya aqidah lain, yaitu budaya kapitalisme, pragmatis, dan hedonis yang beraliran sekuler. ‘’Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu (keterangan-keterangan), sesungguhnya kamu kalau demikian termasuk golongan orang-orang zalim.’’ (QS. Al_Baqarah (2): 145).
Maka, di sinilah kalangan generasi muda perlu ditanamkan nilai-nilan hukum-hukum Islam. Termasuk dalam hal ini adalah etika akan melakukan suatu perbuatan. Ada keharusan untuk tahu hukumnya dulu sebelum melakukan. Sebagaimana suatu kaidah syari’ah yang berbunyi. ‘’Asal (pokok/dasar) perbuatan adalah terkait (terikat) dengan hukum-hukum Islam’’. Termasuk dalam berkasih sayang versi Valentine’s Day ini wajib mengetahui hukumnya. Supaya generasi muda tidak terdegradasi atau terjerumus pada perbuatan yang salah.
Valentine yang secara kebetulan dalam perkembangannya equivalen dengan eksploitasi cinta, seks bebas dan materialisme. Tahun demi tahun hiruk-pikuk valentine makin bertambah instensitasnya. Dahulu hanya muda-mudi kota-kota besar yang mengenal Valentine dan merayakannya. Kini, sudah mulai merambah ke muda-mudi desa-desa kecil yang di pelosok negeri ini. Valentine tidak saja dikenal oleh para remaja tetapi juga sudah dikenal dan dirayakan anak-anak belia dan orang tua.
Dari sudut pandang keislaman, ternyata Valentine adalah sebuah perayaan yang harus dijauhi muda-mudi dan sebaiknya para orang tua memberikan informasi kepada anak-anaknya bahwa Valentine bertentangan dengan nilai-nilai agama dan adat. Terpaan modernisme dan globalisasi yang telah menyeret generasi muda ke lembah nestapa yang membawa dampak kepada dagradasi nilai-nilai akhlakul karimah.
Opini yang terbentuk di kalangan generasi muda bila tidak merayakan Valentine dianggap tidak gaul dan kuno adalah sesuatu yang ironi. Untuk mengantisipasi pemahaman Valentine ini terhadap generasi muda diharapkan kepada pemerintah, lembaga keagamaan, ormas, LSM, pendidik, penegak hukum, terutama orang tua dan seluruh pihak yang terkait untuk lebih aktif lagi dalam mengontrol pergaulan generasi muda. Yakni prilaku dan pengaruh nilai-nilai yang tidak kondusif terhadap generasi muda. Hal ini agar tidak terjadi lost generation generasi penerus bangsa. Semoga. Amin.***
Drs Husni Thamrin MSi
Direktur Lembaga Penelitian UIN Suska Riau dan Ketua Komisi Pengkajian MUI Kota Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar